Jurnalis, aktivis anti-korupsi, dan aktivis pro-demokrasi setiap hari sarapan angka-angka. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun kami mendapatkan suguhan menu janji palsu. Selama 24 tahun alias 8.760 hari tak ada kepastian hukum penyelesaian kasus pembunuhan wartawan Harian Bernas Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafruddin.
Bulan demi bulan kami berdiri di tengah terik matahari dan hujan di depan Gedung Agung untuk aksi diam memprotes pengabaian kasus Udin setiap tanggal 16. Menghitung angka-angka kerap membuat kami teringat penguasa yang setiap pagi sarapan angka-angka di masa pandemi. Kami berharap dia juga sarapan angka-angka menunggu keadilan dan ketidakpastian atas kebrutalan “negara” terhadap manusia.
Nyawa Udin berakhir sehari sebelum peringatan Kemerdekaan Indonesia. Di tangan kekuasaan, Udin tewas tanpa mendapatkan keadilan. Perangkat hukum gagal menuntaskan kasus pembunuhan Udin selama 24 tahun.
Kematian Udin diduga kuat berkaitan dengan tulisannya yang kritis yaitu korupsi megaproyek Parangtritis. Udin juga menulis upaya Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo yang memberikan upeti Rp 1 miliar kepada Yayasan Dharmais pimpinan Presiden Suharto menjelang pemilihan bupati baru di tahun itu. Tujuannya agar Sri Roso kembali menjadi bupati Bantul.
Udin dianiaya dua orang berbadan tegap dan berikat kepala berwarna merah hingga koma selama tiga hari. Dia meninggal setelah menjalani perawatan di rumah sakit pada 16 Agustus 1996.
Kasus pembunuhan Udin memberikan catatan buruk hukum pidana dan utang kepolisian Indonesia. Profesionalisme polisi patut dipertanyakan.
Kematian Udin diduga kuat berhubungan dengan tulisan-tulisannya yang kritis, yakni korupsi megaproyek Parangtritis. Menjelang pemilihan bupati baru di tahun itu, Udin menulis upaya Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo memberikan upeti Rp 1 miliar kepada Yayasan Dharmais pimpinan Presiden Suharto. Tujuannya agar Sri Roso kembali menjadi bupati Bantul.
Kasus Udin pernah disidangkan dengan menyeret terdakwa palsu, Dwi Sumadji alias Iwik dengan dalih perselingkuhan. Iwik membantah semua tuduhan itu dan hakim membebaskannya.
Penyidik kasus Udin dari kepolisian resor Bantul, Sersan Mayor Edy Wuryanto yang merekayasa perkara Iwik selaku tersangka pembunuh Udin tidak diadili. Di Mahkamah Militer, Edy Wuryanto didakwa menghilangkan bukti penting kasus Udin, di antaranya buku catatan Udin yang diambil dari Marsiyem, isteri Udin dan darah Udin yang dilarung ke Pantai Parangtritis.
Setelah melewati proses persidangan yang lama, Edy hanya mendapat hukuman 10 bulan penjara karena kelalaiannya.
Berdasarkan investigasi wartawan Bernas yang bergabung dalam Tim Kijang Putih dan Tim Pencari Fakta dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Yogyakarta menghasilkan petunjuk ada dugaan pembunuhan Udin karena sejumlah berita korupsi di Bantul yang ditulisnya.
Sejumlah upaya hukum dan advokasi dilakukan, termasuk memberikan data-data hasil investigasi itu kepada polisi. Namun polisi tetap berpegang teguh Iwik pelakunya.Setiap jurnalis berhak untuk bekerja tanpa rasa takut. Jurnalis memperjuangkan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, sekaligus mengontrol kekuasaan. Jurnalis tidak boleh bekerja dalam suasana ketakutan di bawah ancaman aparat, militer, milisi sipil, dan preman.
Di dunia, UNESCO mencatat hampir 90 persen dari yang bertanggung jawab atas pembunuhan jurnalis belum dihukum. Ada 1.109 jurnalis yang dibunuh di dunia sejak 2006 hingga 2018.
Di Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen mencatat kasus kekerasan terhadap jurnalis masih tinggi, mulai dari perampasan alat hingga pemidanaan. Dalam periode satu tahun terakhir, setidaknya ada 53 kasus kekerasan. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan kasus kekerasan pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 42 kasus.
Jenis kekerasan terbanyak kekerasan fisik (18 kasus), perusakan alat atau data hasil liputan (14), ancaman kekerasan atau teror (8). Dari sisi pelaku kekerasan, polisi dan aparat penegak hukum yang menjadi pelaku terbanyak, yakni 32 kasus.
Serangan terhadap jurnalis makin kompleks di masa sekarang. Sejumlah jurnalis mengalami perisakan online, pengungkapan data pribadi.
UU ITE Membungkam Kritik
Serangan terhadap jurnalis kini semakin kompleks. Pasal tentang suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) berlebihan dan membungkam kerja jurnalis.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Kotabaru yang dipimpin Meir Elisabeth menjatuhkan vonis penjara 3 bulan 15 hari kepada jurnalis Banjarhits Diananta Putra Sumedi pada 10 Agustus 2020. Majelis hakim menilai Diananta terbukti bersalah menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan sesuai pasal 28 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan semestinya tidak memproses kasus sengketa jurnalistik yang melibatkan Diananta. Polisi mengabaikan nota kesepahaman Dewan Pers-Kepala Kepolisian. Kesepahaman itu isinya adalah jika terdapat laporan atau kasus jurnalis, polisi harus menyerahkan perkara tersebut ke Dewan Pers.
UU ITE berbahaya karena bisa digunakan untuk membungkam pers.
Seharusnya pemerintah dan DPR juga menghapus pasal karet khususnya Pasal 27 Ayat 3 tentang pencemaran nama baik dan Pasal 28 Ayat 2 soal dugaan penyebaran kebencian. Dua pasal ini bisa dengan mudah dipakai oleh siapa saja, termasuk untuk membungkam sikap kritis media terhadap penguasa. Vonis itu menjadi tanda bahaya bagi setiap jurnalis.
Atas tidak tuntasnya kasus pembunuhan jurnalis Udin dan kriminalisasi jurnalis, Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) dan AJI Yogyakarta menyatakan sikap:
- Menolak penghentian atau impunitas kasus pembunuhan jurnalis Udin oleh pemerintah. Kasus Udin yang tidak tuntas diusut menjadi preseden buruk kebebasan pers Indonesia.
- Mengajak setiap orang untuk berusaha memperjuangkan akses informasi yang bisa diandalkan dan berita yang independen. Jurnalis di seluruh dunia seharusnya bekerja di lingkungan yang aman, bebas dari kekerasan, dan bebas dari sensor.
- Menolak pasal-pasal dalam UU ITE yang membungkam sikap kritis media terhadap penguasa.
Yogyakarta, 16 Agustus 2020
Koordinator K@MU, Tri Wahyu KH : [email protected]
Ketua AJI Yogyakarta, Shinta Maharani: [email protected]
Koordinator Divisi Advokasi dan Serikat Pekerja AJI Yogyakarta, Rimbawana: [email protected]