Siaran Pers aksi 16-an Udin
Mei yang kelam, tragedi 22 tahun mengingatkan keganasan rezim Orde Baru terhadap masyarakat sipil. Otoritarianisme Presiden Soeharto terwujud melalui pembungkaman pers. Pada pemerintahan Presiden Joko Widodo, kekerasan terhadap jurnalis juga terjadi.
Di masa Orde Baru, 24 tahun lalu, Jurnalis Harian Bernas Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafruddin dibunuh karena menulis berita tentang korupsi, di antaranya mega proyek Parangtritis dan suap 1 miliar rupiah Bupati Sri Roso Sudarmo terhadap Yayasan Dharmais untuk pemilihan Bupati Bantul periode 1996-2001.
Era Orde Baru represif dan menindas. Tahun 1994 terjadi pemberangusan tiga majalah, Detik, Editor dan khususnya Tempo. Kini, 22 tahun reformasi situasi tidak banyak berubah karena jurnalis terus diserang.
Aliansi Jurnalis Independen mencatat kasus kekerasan terhadap jurnalis yang masih tinggi, mulai dari perampasan alat hingga pemidanaan. Dalam periode satu tahun ini, setidaknya ada 53 kasus kekerasan. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan kasus kekerasan pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 42 kasus. Jenis kekerasan terbanyak kekerasan fisik (18 kasus), perusakan alat atau data hasil liputan (14), ancaman kekerasan atau teror (8).
Dari sisi pelaku kekerasan, ironisnya justru polisi yang menjadi pelaku terbanyak, 32 kasus.
Kasus-kasus kekerasan itu banyak terjadi saat jurnalis meliput peristiwa demonstrasi aksi Mei 2019 yang menolak hasil rekapitulasi KPU yang mengunggulkan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, dan demonstrasi mahasiswa dan masyarakat sipil September 2019 lalu.
AJI juga mendata serangan terhadap perempuan, pemidanaan jurnalis, penahanan jurnalis asing, dan pelambatan serta pemblokiran internet.
Belakangan terjadi ancaman terhadap jurnalis perempuan dialami jurnalis perempuan RMOL Lampung Tuti Nurkhomariyah oleh Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, 2 Maret 2020 lalu.
Kasus pemidanaan dialami oleh pemimpin redaksi Banjarhits.id, Diananta Putra Sumedi. Dia diadukan karena pemuatan berita yang diduga mengandung SARA (suku, agama, ras dan antargolongan).
Dewan Pers memberikan rekomendasi agar Banjarhits.id memuat hak jawab dari pengadu. Meski ada putusan Dewan Pers, kasus ini terus diproses oleh polisi. Diananta ditahan Polda Kalimantan Selatan.
Kejahatan terhadap jurnalis adalah serangan terbesar bagi kebebasan pers dan akses informasi. Jurnalis punya peran sebagai pengawas kekuasaan, mengungkap kejahatan, dan ketidakadilan.
Tanggal 3 Mei lalu, setiap jurnalis memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia. Peringatan itu bagian dari inisiatif untuk membela jurnalis di seluruh dunia, khususnya mereka yang menghadapi penindasan.
Jurnalis terluka, dipukul, diculik, diperkosa, ditembak, dan kehilangan nyawa demi mengungkap persoalan penting bagi publik.
Situasi semakin kompleks. Pandemi Covid-19, krisis global yang menghantam ke seluruh penjuru. Bekerja penuh risiko dan pemerintah harus membuka akses informasi untuk kepentingan publik.
Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) bersama AJI Yogyakarta percaya bahwa setiap orang harus memiliki akses informasi yang bisa diandalkan dan berita yang independen. Jurnalis di seluruh dunia seharusnya bekerja di lingkungan yang aman, bebas dari kekerasan, dan bebas dari sensor.
Pembunuhan Udin satu dari deretan kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia yang tidak dituntaskan oleh pengadilan. Di dunia, UNESCO mencatat hampir 90 persen dari yang bertanggung jawab atas pembunuhan jurnalis belum dihukum.
Ada 1.109 jurnalis yang dibunuh di dunia sejak 2006 hingga 2018.Pembunuhan jurnalis tidak bisa dibiarkan.
Semua orang perlu terus memperjuangkan untuk mengakhiri impunitas atau penghentian penyelesaian kejahatan terhadap jurnalis. Masyarakat perlu mendukung jurnalis di seluruh dunia dengan mengutuk segala tindakan kekerasan.
Selama lima tahun ini melakukan aksi 16-an, aksi rutin setiap bulan tanggal 16 menuntut penuntasan kasus pembunuhan Udin di depan Gedung Agung Yogyakarta.
Kami melakukan aksi tutup mulut di depan GedungYogyakarta sebagai protes dan tuntutan terhadap negara yang tak segera menuntaskan kasus itu. Pandemi Covid-19 membuat kami tidak bisa menggelar aksi demonstrasi secara langsung untuk menghindari penyebaran virus tersebut. Kami memilih kampanye secara online, menolak penghentiaan penyelesaian kasus pembunuhan Udin.
Sebulan lalu pada tanggal yang sama, K@MU menggelar aksi kampanye digital dengan membuat video dan foto bersama seniman Anang Saptoto.
Kami mendesak pemerintah Indonesia bertanggung jawab dan berbuat banyak dengan memberikan jaminan kepastian hukum.Tidak bisa dibiarkan pejabat negara membenarkan kekerasan.
Publik bisa ikut berpartisipasi dengan menyebarkan kampanye dan mencantumkan tagar di media sosial masing-masing sebagai bentuk dukungan melawan berbagai bentuk kekerasan terhadap jurnalis.
Berikut tagarnya: #Aksi16anKe69#NegaraBERDAMAIDenganKekerasan#23Tahun9BulanKasusUdinTakTuntas
Yogyakarta, 16 Mei 2020
Kontak yang bisa dihubungi:
Ketua AJI Yogyakarta, Shinta Maharani (082137190912)
Koordinator Koalisi Masyarakat untuk Udin, Tri Wahyu (087738557595)
Koordinator Divisi Advokasi, Rimbawana (085785307383)