Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta bersama Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) sementara meniadakan aksi rutin menuntut negara bertanggung jawab terhadap pembunuhan jurnalis Harian Bernas Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafruddin demi menjaga keselamatan atau mengantisipasi penyebaran virus Corona. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia telah menetapkan Yogyakarta sebagai wilayah persebaran COVID-19. Di Yogyakarta terdapat satu pasien positif terkena COVID-19.
Aksi diam setiap bulan pada tanggal 16 berlangsung di depan Gedung Agung Yogyakarta, berdekatan dengan Titik Nol. Lokasi ini menjadi tempat lalu lalang banyak orang, bagian dari tempat wisata. Sedianya hari ini merupakan aksi ke- 67.
Selama lima tahun ini, AJI Yogyakarta bersama K@MU rutin melakukan aksi 16-an setiap pukul 16.00. Kami melakukan aksi tutup mulut di depan Gedung Agung Yogyakarta sebagai protes dan tuntutan terhadap negara yang tak segera menuntaskan kasus itu. Kami menolak penghentiaan penyelesaian kasus pembunuhan Udin yang berjalan selama 23 tahun.
Udin menjadi simbol perlawanan terhadap korupsi. Kami menyerukan agar jurnalis bersama masyarakat sipil terus menerus melawan koruptor dan menuntut adanya peradilan yang bersih.
Pembunuhan jurnalis Udin yang tidak terungkap memberikan catatan buruk hukum pidana dan utang kepolisian Indonesia. Pada 13 Agustus 1996 malam, dua orang berbadan tegap dan berikat kepala berwarna merah memukul kepala Udin dengan besi di teras rumahnya di Jalan Parangtritis, Bantul. Udin ambruk dan koma selama tiga hari. 16 Agustus 1996, Udin meninggal setelah menjalani perawatan di rumah sakit.
Kematian Udin diduga kuat berhubungan dengan tulisan-tulisannya yang kritis, yakni korupsi megaproyek Parangtritis. Menjelang pemilihan bupati baru di tahun itu, Udin menulis upaya Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo memberikan upeti Rp 1 miliar kepada Yayasan Dharmais pimpinan Presiden Suharto. Tujuannya agar Sri Roso kembali menjadi bupati Bantul.
Tahun 2014, Majalah Tempo kembali menulis kasus gelap pembunuhan wartawan Udin. Tempo bertemu mantan Bupati Bantul Sri Roso yng selama ini menolak berbicara kepada wartawan. Pensiunan tentara berpangkat akhir kolonel itu sedang bersantai menikmati masa pensiunnya. Dia menyirami tanaman hias di halaman rumahnya yang seluas lapangan bola voli. Inti wawancaranya adalah dia membantah tuduhan terlibat dalam kasus pembunuhan Udin.
Kasus Udin pernah disidangkan dengan menyeret terdakwa palsu, Dwi Sumadji alias Iwik dengan dalih perselingkuhan.Iwik membantah semua tuduhan itu dan hakim membebaskannya.
Penyidik kasus Udin dari kepolisian resor Bantul, Sersan Mayor Edy Wuryanto yang merekayasa perkara Iwik selaku tersangka pembunuh Udin tidak diadili. Di Mahkamah Militer, Edy Wuryanto didakwa menghilangkan bukti penting kasus Udin, di antaranya buku catatan Udin yang diambil dari Marsiyem, isteri Udin dan darah Udin yang dilarung ke Pantai Parangtritis.
Setelah melewati proses persidangan yang lama, Edy hanya mendapat hukuman 10 bulan penjara karena kelalaiannya. Hingga kini, kasus Udin masih gelap alias tak tuntas. Padahal berdasarkan investigasi wartawan Bernas yang bergabung dalam Tim Kijang Putih dan Tim Pencari Fakta menghasilkan petunjuk ada dugaan pembunuhan Udin karena sejumlah berita korupsi di Bantul yang ditulisnya.
Sejumlah upaya hukum dan advokasi dilakukan, termasuk memberikan data-data hasil investigasi itu kepada polisi. Namun polisi tetap berpegang teguh Iwik pelakunya.
Pembunuhan Udin merusak kebebasan pers dan mengganggu kebebasan publik memperoleh informasi. Tidak tuntasnya penanganan kasus Udin membawa preseden buruk untuk penegakan hukum di Indonesia. Seharusnya polisi menindaklanjuti temuan hasil investigasi tim Kijang Putih dan tim pencari fakta.
AJI Yogyakarta bersama Koalisi Masyarakat untuk Udin atau K@mu mendesak adanya penyelesaian hukum. Kami ingin pemerintah Presiden Jokowi menyelesaikan kasus ini dengan menangkap otak dari pembunuhan beserta semua yang terlibat.
Mantan hakim Agung Artidjo Alkostar berbicara di acara Dewan Pers menegaskan kasus pembunuhan Udin tidak akan kedaluwarsa. Penyebabnya belum ada terdakwa yang sudah menerima vonis bersalah dari hakim, sehingga tidak bisa diberi tenggat waktu kedaluarsa 18 tahun.
Suatu kasus pidana bisa dianggap memiliki masa kedaluwarsa apabila ada terdakwanya, tapi kemudian melarikan diri. Kalau ditemukan tersangkanya, sampai kapan pun kasus ini harus diproses oleh penegak hukum.
Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Abdul Kholiqmenyebutkan sesuai dengan Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kejahatan kemanusiaan bisa berupa serangan, salah satunya pembunuhan. Kasus Udinmemenuhi unsur pembunuhan yang dilakukan secara terstruktur atau ada garis perintah dengan tujuan mengancam kebebasan pers dan demokrasi.
AJI Yogyakarta dan Koalisi Masyarakat untuk Udin berpandangan polisi tidak pernah mendengarkan desakan berbagai elemen masyarakat sipil dan organisasi jurnalis agar menuntaskan kasus tersebut. Penyelidikan yang sudah polisi lakukan juga tidak serius. Seharusnya polisi menggunakan hasil temuan Tim Pencari Fakta dan Tim Kijang Putih kasus Udin. Semestinya polisi fokus pada bukti-bukti yang sudah ada. Juga mendengarkan semua pandangan para ahli hukum pidana yang progresif itu.
Setiap tahun, AJI Yogyakarta dan K@MU juga menggelar serangkaian acara untuk mengenang Udin melalui diskusi publik dan ziarah ke makam Udin bersama Marsiyem. Kami juga melibatkan aktivis pro-demokrasi, seniman independen, dan tokoh untuk menyuarakan penuntasan kasus pembunuhan Udin. Tahun 2016, penyair Joko Pinurbo secara khusus menciptakan puisi untuk Udin dan berziarah di makam Udin bersama AJI Yogyakarta dan aktivis.
AJI Yogyakarta bersama musisi Kepal SPI membuat lagu dan film tentang Udin. Juga menggalang donasi untuk keluarga Udin. Kami juga menggelar pameran seni rupa bertajuk Tribute to Udin di Lembaga Indonesia-Prancis pada 27-30 Agustus 2015.Kegiatan ini usaha untuk mengingatkan masyarakat. Udin tak akan dilupakan oleh orang-orang maupun organisasi yang menghargai hak asasi manusia.
AJI Yogyakarta mendatangkan Profesor kajian Asia Tenggara, Universitas Murdoch, Perth, Australia Barat, David T. Hill. Peneliti media massa di bawah rezim Orde Baru inimenyatakan, harus ada pihak yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan Udin. Dia mempertanyakan kinerja polisi, lembaga hukum, dan pemerintah yang tidak bisa mengungkap siapa pembunuh Udin.
Kasus kekerasan yang menimpa wartawan melampaui batas antar-negara. Setiap wartawan berhak untuk bekerja tanpa rasa takut. Sebab, mereka memperjuangkan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar. Bila wartawan bekerja dalam suasana ketakutan di bawah ancaman militer, aparat, dan preman, maka masyarakat tidak akan mendapatkan informasi yang baik.
Kontak yang bisa dihubungi:
Ketua AJI Yogyakarta, Shinta Maharani (082137190912)
Koordinator Divisi Advokasi AJI Yogyakarta, Rimbawana (085785307383)
Koalisi Masyarakat untuk Udin, Tri Wahyu (087738557595)
Yogyakarta, 16 Maret 2020