Sebagai salah satu LSM yang berfokus pada perjuangan hak-hak kelompok minoritas, terutama isu kesehatan, Yayasan Kebaya menyelenggarakan lokakarya bertajuk Workshop Stakeholder dalam Upaya Advokasi Peningkatan Ketahanan dan Pemberdayaan Bagi Transpuan Yogyakarta pada Rabu, (23/11) di Den Nany Resto, Jl. Taman Siswa No.150F, Wirogunan, Kec. Mergangsan, Kota Yogyakarta, DIY.
Selain Rully Mallay, selaku Manajer Program Yayasan Kebaya, lokakarya berupa diskusi interaktif ini dipantik oleh tiga narasumber, yakni Rokhani Yulianti, dari Biro Tata Pemerintahan DIY; Budhi Wibowo dari Kabid Rehabilitasi Sosial Dinsos DIY; dan Laurensia Ana Yuliastuti dari Komisi Penanggulangan AIDS DIY.
Dalam lokakarya tersebut, Budhi Wibowo menjelaskan bahwa Dinsos DIY berusaha untuk mengembalikan fungsi sosial para waria. “Dengan meningkatkan kemampuan waria untuk memenuhi kebutuhan dasar, memecahkan masalah dan berperan di masyarakat”, kata Budhi.
Sebab, keberadaan transpuan hingga kini masih dianggap sebagai minoritas di masyarakat. Stigma juga masih menjadi persoalan pokok kelompok transpuan yang menyebabkan mereka kehilangan berbagai hak sebagai warga negara. Hal ini diperparah oleh situasi kebijakan negara yang belum mengakomodir konsep transpuan, waria, atau gender lain selain laki-laki dan perempuan.
Pemenuhan hak-hak mereka sering diabaikan oleh pemerintah, terutama aksesibilitas layanan publik, akses pekerjaan, dan status kepemilikan dokumen kependudukan. Soal dokumen kependudukan ini jadi masalah krusial, sebab kepemilikan dokumen kependudukan jadi kunci perlindungan jaminan sosial yang mengandalkan identitas NIK.
Rully Mallay, Manajer Program Yayasan Kebaya, menjelaskan bahwa meski selama ini para transpuan terpinggirkan, tetapi mereka terus mengembangkan diri agar bisa berkontribusi di masyarakat.
Beberapa capaian juga ditorehkan oleh para transpuan, antara lain telah berhasil memberikan masukan Undang-undang perlindungan anak, serta berpartisipasi aktif dalam ruang perawatan untuk orang dengan HIV-AIDS (ODHA) transpuan yang dibangun atas kerjasama Yayasan kebaya dan Dinas Sosial DIY.
Budhi juga meminta para pemangku kebijakan lainnya agar dapat memahami transpuan secara utuh, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Secara individu, transpuan haruslah dipandang sebagai pribadi yang mempunyai semangat hidup. Di sisi lain, transpuan juga sadar sebagai bagian dari masyarakat, mereka juga mempunyai pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan.
Maka itu, langkah Dinsos DIY ini diharapkan dapat direplikasi oleh para pemangku kebijakan dan pemerintah lainnya seperti Dinas Trantib DIY, Dinas Koperasi dan UKM DIY,Dinas Pariwisata DIY, Dukcapil Kota Yogyakarta, Dukcapil Sleman, Dukcapil Bantul, Bapel Jamkesos DIY, BPJS DIY, Disnakertrans DIY, Dinas Sosial Kota Yogyakarta, Dinas Sosial Kab. Sleman yang turut hadir pula dalam lokakarya tersebut.
Lokakarya ini juga menghasilkan kolaborasi advokasi antara Yayasan Kebaya dengan CD Bethesda Yakkum yang diwakili oleh Ghanis Kristia. Menurut Ghanis, telah banyak keberhasilan dari hasil kolaborasi, seperti dalam proses advokasi KTP, BPJS, dan vaksinasi.
Kolaborasi macam ini harus tetap dipertahankan, agar solidaritas untuk mewujudkan Yogyakarta yang lebih damai, adil, dan inklusif lebih kuat.