YOGYAKARTA–Meningkatnya kerusakan laut dan hutan Indonesia beberapa dekade belakangan membuat upaya penyuaraan jurnalisme lingkungan sangat penting dan mendesak bagi generasi mendatang. Oleh sebab itu, Pulitzer Center dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, bekerja sama dengan Universitas Islam Indonesia (UII), menyelenggarakan Lokakarya Pendalaman Reportase dan Jurnalisme Investigatif Lingkungan yang bertajuk “Green Voice Matters: The Dark Side of Indonesia’s Seas and Forests.” Lokakarya ini diselenggarakan di Auditorium UII Cik Di Tiro di Yogyakarta pada Kamis, 27 Juni 2024. Berlangsung dari pukul 09.00 hingga 17.00, acara ini diikuti lebih 60 anggota pers mahasiswa dari lebih 10 universitas di Yogyakarta, bahkan sebagian dari peserta berasal dari luar kota seperti Solo dan Klaten.
Acara ini difasilitasi oleh tiga jurnalis terkemuka: Abdus Somad dari Jaring.id, Riani Sanusi Putri dari TEMPO, dan Bambang Muryanto, seorang jurnalis lepas yang dikenal karena liputan mengenai isu lingkungan di Yogyakarta. Abdus Somad adalah anggota Ocean Reporting Network (ORN) sementara Riani adalah salah satu penerima Rainforest Reporting Grant dari Pulitzer Center. Mereka memberikan wawasan yang berharga tentang isu-isu lingkungan Indonesia secara kritis, mulai dari aktivitas ilegal skala besar di Laut Natuna dan Arafura yang dilakukan oleh kapal asing, hingga deforestasi terkait kelapa sawit dan konflik penambangan-pertanahan.
Prof. Masduki, Profesor Studi Komunikasi di UII, membuka lokakarya dengan menekankan pentingnya acara ini bagi anggota pers mahasiswa untuk menjadi kekuatan kritis terhadap berbagai kebijakan-kebijakan yang bermasalah. “Pers mahasiswa dapat berperan dalam menghasilkan jurnalisme berkualitas tinggi, sebuah tradisi yang berasal dari tahun 1940-an, muncul kembali pada tahun 1975 ketika media arus utama ditekan, dan sekarang kembali berkembang di tengah-tengah disinformasi dan turbulensi politik yang disebabkan oleh oligarki,” kata Masduki.
Lokakarya ini dibagi menjadi dua kegiatan utama: sesi mendalam dengan para jurnalis, kemudian dilanjutkan dengan lokakarya interaktif membuat laporan mengenai isu-isu lingkungan. Abdus Somad mempresentasikan dampak lingkungan dari aktivitas penangkapan ikan skala besar di Laut Natuna dan Arafura, menyoroti lemahnya penegakan hukum untuk melindungi laut, dengan risiko reportase yang tinggi. Somad memaparkan hasil reportasenya dari karya yang belum dipublikasikan berjudul ‘The Dark Side of Natuna and Arafura Seas’. Begitu pula, Riani Sanusi Putri berbagi pelaporannya yang berjudul ‘Remissions for Forest Destroyers’, yang menyoroti perkebunan kelapa sawit ilegal di Kalimantan Tengah. Selain itu, Bambang Muryanto membahas eksploitasi kawasan karst di Gunungkidul untuk pengembangan
pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mengancam mata pencaharian masyarakat lokal.
Setelah sharing sessions, kegiatan dilanjutkan dengan mahasiswa melakukan lokakarya interaktif melalui diskusi kelompok, world café, dan kegiatan lightning talks yang dimoderatori oleh Aryo Wisanggeni dari Jubi.id dan Hendrawan Setiawan dari CNN Indonesia. Sesi ini memungkinkan peserta untuk secara aktif memberikan ide dan mengajukan pertanyaan kepada para jurnalis, menanyakan pertanyaan mendasar tentang isu-isu lingkungan, termasuk aspek jurnalisme investigatif dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai pelaporan berkualitas tinggi.
Peserta menunjukan antusiasme tinggi, salah satu peserta dari Lembaga Pers Mahasiswa KOGNISIA UII, menyampaikan apresiasi atas pembelajaran hal-hal baru dan harapan akan lebih banyak acara serupa kedepannya. “Saya mendapatkan fakta-fakta baru, juga pembicara kritis yang memantik saya untuk lebih kritis dalam jurnalisme serta mengangkat isu-isu penting yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.,” pernyataan seorang peserta mahasiswa.
Riani Puteri dari TEMPO mengakui antusiasme peserta. Selama sesi tanya jawab, beberapa mahasiswa menanyakan tentang proses pelaporan investigatifnya. “Acara ini mendorong mereka untuk lebih berani menggunakan keterampilan jurnalistik mereka dan lebih memperhatikan isu-isu lingkungan. Mereka mengambil tindakan, bahkan di luar jurnalisme, seperti merencanakan petisi, seminar, atau diskusi. Perhatian terhadap isu-isu lingkungan semakin meningkat,” kata Riani.
Prof. Masduki juga menyoroti keterampilan yang berkembang dalam jurnalisme di era digital. Ia menyatakan bahwa lokakarya ini akan menginspirasi pelaporan investigatif dan advokatif, yang berkontribusi pada pemberdayaan masyarakat yang terkena dampak kerusakan lingkungan. Hal ini sejalan dengan seruan Januardi dari AJI agar mahasiswa secara kritis terlibat dengan masalah lingkungan yang dihadapi Yogyakarta dan Nusantara. Grenti Paramitha dari Pulitzer Center menggemakan peran penting jurnalis sebagai pencari fakta dan sebagai pilar demokrasi Indonesia. “Pulitzer Center tidak hanya memberikan dukungan tetapi juga membawa wawasan dari laporan-laporan ini ke audiens yang lebih luas,” jelasnya.
Survei pasca acara juga mengungkapkan peningkatan yang signifikan dalam pemahaman peserta tentang isu-isu laut dan deforestasi di Indonesia, dengan 100% mahasiswa melaporkan peningkatan pengetahuan dan 98% merasa lebih siap untuk terlibat dalam diskusi atau kegiatan terkait topik-topik ini. Lebih dari setengah peserta menyatakan bahwa lokakarya jurnalisme ini meningkatkan analisis kritis mereka dan kemauan untuk menerapkan pengetahuan, ide, nilai, dan keterampilan yang diperoleh untuk pekerjaan jurnalisme di masa depan. Survei juga menunjukkan evaluasi positif yang signifikan dari para mahasiswa, yang menyatakan keinginan untuk lebih banyak lokakarya semacam ini.
Peserta memberikan apresiasi terhadap Pulitzer Center atas terselenggaranya kegiatan ini yang telah menyebarkan informasi kritis tentang degradasi laut dan hutan Indonesia akibat aktivitas manusia yang tidak terkendali. Pers mahasiswa juga menyatakan dukungan mereka untuk kegiatan serupa dalam komentar survei, menyoroti kebutuhan advokasi untuk masyarakat yang terkena dampak kerusakan lingkungan. Kekuatan aktivisme jurnalis, dan pentingnya memulai upaya ini di lembaga akademik, rumah bagi pemikiran muda berbakat masa depan Indonesia penting bagi mahasiswa, selain mereka terhubung dengan teman baru dan jurnalis,
yang berpotensi menjadi kolaborator masa depan.
Pulitzer Center menyampaikan apresiasi atas seluruh tim yang berkontribusi pada kesuksesan acara ini dan menegaskan komitmennya untuk menyelenggarakan lokakarya serupa di bagian lain Indonesia di masa depan. Program pendidikan Asia Tenggara akan melanjutkan inisiatif Green Voice Matters untuk menyediakan ruang diskusi bagi mahasiswa, pendidik, dan peneliti untuk mengangkat isu-isu dan cerita yang jarang dilaporkan.
Tentang Pulitzer Center
Pulitzer Center adalah organisasi nirlaba di bidang jurnalisme dan pendidikan yang didedikasikan untuk meningkatkan keterlibatan publik akan isu-isu global sistemik yang jarang dilaporkan. Misi kami adalah memperjuangkan kekuatan cerita untuk membuat isu-isu kompleks menjadi relevan dan menginspirasi tindakan. Setiap tahun, kami menyediakan lebih dari 200 hibah kepada jurnalis lepas dan tetap, fotografer, dan pembuat film untuk menjalankan proyek pelaporan mereka, bekerja sama dengan media berita di seluruh dunia.