YOGYAKARTA – Setelah kurang lebih 10 bulan digantung tanpa kejelasan, kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak tanpa pesangon yang menimpa para jurnalis Akurat.co Biro Yogyakarta atau “Akurat Jogja”, akhirnya direspons oleh manajemen PT Akurat Sentra Media.
Respons tersebut ditindaklanjuti dengan dilakukan pembayaran hak pesangon kepada para eks jurnalis Akurat Jogja—setelah kasus ini berujung gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Yogyakarta. Para korban PHK ini didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Yogyakarta bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta.
PT Akurat Sentra Media bersedia membayar pesangon kepada tujuh penggugat, meskipun nominalnya tidak sesuai rekomendasi dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi DIY.
Salah satu kuasa hukum penggugat dari perwakilan LBH Pers Yogyakarta, Anastasia Sukiratnasari mengatakan, meski pembayaran tersebut tidak dilakukan secara penuh, para korban PHK menerima itu sebagai kesepakatan bersama. Sebab, upaya mereka memperjuangkan hak dan keadilan sudah melewati proses yang cukup panjang.
“Selama kurang lebih 10 bulan nasib teman-teman eks Akurat ini digantung. Selama itu pula, mereka tidak mendapatkan respons dari manajemen perusahaan,” kata Kiki—sapaan akrabnya, Rabu (6/12/2023).
Sepanjang proses tersebut, kata Kiki, para eks jurnalis Akurat ini sulit menjalin komunikasi dengan pihak perusahaan. Proses bipartit dan tripartit yang dilakukan tidak berjalan dengan baik sehingga akhirnya berujung ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Yogyakarta.
“Sidang pertama (Rabu, 1 November 2023) pihak perusahaan tidak datang. Kami tidak mengira ketika menjelang sidang kedua pihak perusahaan menanggapi untuk membicarakan mediasi penyelesaian,” ungkap dia bersama tim lainnya, Nugroho Nircahyo, Victor Mahrizal dan Yogi Zul Fadhli.
Komunikasi tersebut terjadi saat perwakilan kuasa hukum PT Akurat Sentra Media menghubungi tim LBH Pers Yogyakarta sebelum sidang kedua yang sesuai jadwal dilaksanakan pada Rabu, 15 November 2023 lalu.
LBH Pers Yogyakarta menyambut baik respons perusahaan untuk beriktikad menyelesaikan masalah ini. “Proses mediasi berlangsung cukup cepat. Perwakilan perusahaan menyampaikan kesanggupan membayar secara bertahap, tiga kali,” katanya.
Dengan berbagai pertimbangan, para eks jurnalis Akurat memberikan dua opsi. Pertama, pembayaran boleh dicicil jika nominalnya penuh. Kedua, pembayaran harus dilakukan secara langsung jika nominalnya tidak penuh.
“Teman-teman eks Akurat juga meminta SK PHK resmi dari pihak perusahaan,” kata Kiki.
Akhirnya, lanjut Kiki, pihak perusahaan memilih opsi kedua. Akan tetapi, untuk permintaan surat PHK, pihak perusahaan masih beranggapan bahwa status pekerja tersebut adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
“Mereka kemudian menerbitkan dan memberikan surat yang berisi ‘selesai masa kerja’, bukan PHK,” katanya.
Pada Selasa, 14 November 2023, sebelum sidang kedua, 15 November 2023, akhirnya pihak perusahaan menunaikan kewajibannya. Pada sidang kedua itu pula pihak penggugat mencabut gugatan di PHI Yogyakarta.
Kiki menyayangkan penyelesaian kasus ini berlarut-larut. Menurutnya, bila sejak awal ada respons baik dari perusahaan, perkara ini tidak akan sampai ke pengadilan.
Selain itu, para eks jurnalis Akurat telah melakukan upaya bipartit dan tripartit dengan melibatkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Ternyata dari perwakilan perusahaan juga tidak ada yang datang. Sebetulnya, mekanisme tripartit ini menjadi kesempatan yang baik untuk melakukan mediasi,” ujarnya.
Salah satu perwakilan eks jurnalis Akurat, Ahada Ramadana mengatakan sejak mendapat berita PHK pada awal Januari 2023, mereka langsung melapor ke AJI Yogyakarta untuk mendapatkan bantuan pendampingan.
“Kami intens diskusi baik tatap muka maupun via daring. Dari situ, kami mulai membedah kontrak kerja dan pasal-pasal seputar ketenagakerjaan,” katanya.
Selanjutnya berupaya menempuh mekanisme bipartit maupun tripartit. “Sebanyak enam kali undangan musyawarah yang kami ajukan, tidak satu pun yang ditanggapi,” ujarnya.
Perinciannya, dua kali undangan langsung via WhatsApp dan email, dua kali mekanisme klarifikasi dari Disnakertrans DIY, dua kali mekanisme Mediasi dari Disnakertrans DIY.
“Kemudian kami dibantu LBH Pers Yogyakarta memasukkan gugatan ke PHI Yogyakarta pada 16 Oktober 2023,” katanya.
Sidang dijadwalkan 11 kali selama November 2023 hingga pertengahan Januari 2024. Namun, sebelum sidang kedua yakni pada 14 November 2023, perusahaan memenuhi pembayaran secara langsung.
“Menurut saya, sebaiknya tidak dilihat sebagai pertarungan menang kalah. Tidak ada yang diuntungkan maupun dirugikan di sini. Kami hanya menuntut hak atas kontribusi kami ke perusahaan sesuai landasan peraturan,” kata Ahada.
Hal senada diungkapkan eks jurnalis Akurat yang lain, Nafilah. Ia bersyukur akhirnya perusahaan menunaikan kewajibannya.
“Sepuluh bulan perjuangan akhirnya membuahkan hasil. Meski tetap kami sayangkan masalah ini berlarut-larut. Setelah disorot media, baru memenuhi kewajibannya,” imbuhnya.
Sedangkan Dian Dwi Anisa mengatakan, kasus ini bisa menjadi pembelajaran bersama tentang pentingnya bagi pekerja media untuk berserikat.
“Supaya tidak kebingungan jika dihadapkan pada kondisi yang merugikan pekerja. Selain itu, penting buat pekerja untuk memperhatikan kontrak kerja,” katanya.
Koordinator Divisi Advokasi, Gender dan Kelompok Minoritas AJI Yogyakarta, Nur Hidayah Perwitasari mengatakan bahwa kasus PHK jurnalis Akurat Jogja ini merupakan sengketa ketenagakerjaan pekerja media pertama kali di Yogyakarta yang masuk ke PHI.
“Dalam hubungan industrial, jurnalis cenderung dalam posisi lemah yang rentan menjadi korban ketidakadilan, diskriminasi hingga eksploitasi dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Ini menunjukkan potret bahwa industri media di Indonesia tidak sedang baik-baik saja,” katanya.
Wita—sapaan akrabnya, mendorong pekerja media agar berani melapor jika menjadi korban diskriminasi dalam sistem ketenagakerjaan.
“Keberanian untuk melawan dan perjuangan teman-teman Akurat Jogja ini menjadi contoh yang patut diapresiasi,” katanya.
AJI Yogyakarta membuka “Kanal Pengaduan Masalah Ketenagakerjaan Pekerja Media” yang bisa diakses melalui link atau Nomor Hotline 085729444900 (melayani konsultasi telepon dan WhatsApp).
“Tak ada yang lain, kekuatan terbesar pekerja adalah solidaritas dan berserikat,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tercatat ada 12 jurnalis “Akurat Jogja” menjadi korban PHK. Dari jumlah tersebut, tujuh jurnalis mengajukan gugatan ke PHI Yogyakarta. (*)
Narahubung:
Divisi Advokasi, Gender dan Kelompok Minoritas AJI Yogyakarta
Nomor Hotline 085729444900