Sejak Pemerintah mengeluarkan Permendikbud No. 27 tahun 2016 tentang layanan pendidikan bagi para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME, Pelajaran bagi penghayat kepercayaan di Yogyakarta bisa diakses oleh para peserta didik penghayat. Beberapa sekolah seperti SMK Karya Rini, Sleman, SMA Negeri 11 Kota Yogyakarta, SMK 2 Jetis, SMP Negeri 1 Yogyakarta, SMK Negeri 1 Kasihan, Bantul telah menyediakan pelajaran penghayat bagi peserta didiknya.
Akses pendidikan ini, meskipun belum optimal dilakukan di seluruh sekolah yang ada di Yogya namun sudah mengalami kemajuan hingga saat ini. Dari dua Sekolah, kini sudah ada lima sekolah yang menyediakan pelajaran penghayat. Pihak sekolah juga menerima dan sangat terbuka dengan pelajaran penghayat. Bahkan di SMK Karya Rini guru penghayat selalu dilibatkan dalam acara-acara sekolah seperti pelepasan siswa maupun rapat pembagian tugas guru.
Endang sekertaris Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) DIY yang sekaligus penyuluh penghayat mengatakan, “selama saya mengajar di SMK Karya Rini, para guru menerima dengan baik. Saya diikutkan grup guru-guru meskipun saya mengajar hanya terbatas sekali yakni tiga jam dalam seminggu.”
Begitu juga di SMK Negeri 1 Kasihan, Bantul. Pihak sekolah sangat terbuka terhadap pelajaran penghayat. Peserta didik diberikan kesempatan yang sama seperti pelajaran lainnya. Fasilitas gaji juga diberikan kepada penyuluh penghayat kepercayaan. Hanya saja untuk tempat mengajar karena keterbatasan tempat, guru harus mencari tempat kosong untuk kegiatan belajar-mengajar.
“Karena kalau di SMKI itu kan ruangan banyak yang digunakan untuk praktik dari pada materi, jadi kami kadang masih harus mencari ruang kosong untuk belajar. Kadang ya menggunakan ruang koperasi, kadang juga perpustakaan. Pernah juga di depan kelas.” kata Triani Yuliastuti (32th) penyuluh penghayat.
Tak hanya layanan pendidikan, pemenuhan hak gaji terhadap guru penghayat juga dilakukan oleh SMK Karya Rini dan SMK 1 Negeri Kasihan, Bantul yang diambilkan dari dana ekstrakurikuler. Selain itu, pemerintah melalui Direktorat kepercayaan, tahun ini juga memberi fasilitas insentif setiap bulannya dengan nominal yang sama antara penyuluh yang mengajar satu siswa dan tiga siswa. Jumlah insentif yang sama tentu belum memenuhi rasa keadilan bagi penyuluh. Namun langkah ini merupakan langkah maju yang patut untuk diapresiasi.
Tak Banyak Penghayat Berani Menunjukkan Identitasnya
Berbagai kabupaten di DIY telah menyediakan layanan pendidikan untuk peserta didik penghayat. Namun berbeda dengan Dusun Kidulan, RT 22/RW 11, Desa Salamrejo, Kab Kulonprogo. Layanan pendidikan di Desa tersebut belum berjalan. Belum tersedianya pelajaran bagi penghayat disebabkan beberapa faktor yakni masih minimnya siswa penghayat di Kulonprogo. Bahkan di Kulonprogo belum ada siswa penghayat kepercayaan.
Belum adanya siswa kepercayaan penghayat ini, tak lepas dari keberanian para penghayat kepercayaan mengganti KTP penghayat. Kebanyakan dari mereka masih mengindung dengan agama yang telah diakui negara. Rata-rata yang mau mengganti KTP penghayat adalah kelompok usia 50th yang sudah tidak mempunyai kewajiban menyekolahkan anak.
Sasmito Gati ketua Paguyuban Eklasing Budi Murko (PEBM) mengatakan, “Kita itu rancu mbak, jadi dalam satu keluarga belum tentu penghayat semua. Berbeda dengan masyarakat beragama. Kalau masyarakat agama kan keturunannya pasti beragama sama. Nah, kami engak. Jadi kalau masyarakat penghayat itu semua keluarganya diberi kebebasan untuk memilih, mau ikut agama orang tua atau mengikuti lingkungan sekitar. ”
Kebebasan yang diberikan oleh masyarakat penghayat kepada anggota keluarga, menjadikan kelompok penghayat ini tak banyak memiliki generasi penerus. Sebab kebanyakan dari anggota keluarga memilih agama yang ada di lingkungan sekitar. Warga yang berani menunjukkan identitas sebagai warga penghayat pun masih sangat jarang. Selain tidak ingin membuat gaduh, masyarakat penghayat juga memiliki falsafah ngemong-momong dan kamot-momot agar keseimbangan kehidupan bermasyarakat tetap damai. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kulonprogo, warga penghayat yang sudah mengubah kolom ‘agama’ di KTP el hanya 12 warga dari 12 Kecamatan yang ada di Kulonprogo.
Belum adanya siswa penghayat di Kulonprogo juga dibenarkan oleh kepala bidang SMP Dinas pendidikan Kulonprogo Jujur Santoso. Jujur mengatakan,”Hingga saat ini, belum ada siswa yang terdaftar sebagai siswa dari aliran kepercayaan. Hal ini sama kasusnya dengan siswa yang beragama Hindu dan Konghucu di Kulonprogo.”
Meksipun Dinas Pendidikan Kulonprogo sudah memiliki aturan terkait pendidikan untuk aliran kepercayaan, namun sampai saat ini Kemendikbud belum melakukan sosialiasi kepada Dinas Pendidikan Kulonprogo. Bahkan Pihaknya pada selasa-kamis lalu juga rapat dengan Kementrian tetapi tidak membicarakan masalah aliran kepercayaan. Sehingga untuk sementara pendidikan agama di Kulonprogo hanya terbatas pada agama Islam, katolik, Kristen dan Budha.
Pelajaran Penghayat Belum Masuk Dapodik
Sejak tahun 2017, Direktorat kepercayaan dan masyarakat adat bekerjasama dengan MLKI, terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan penghayat kepercayaan dengan mengadakan Bimtek untuk para penyuluh kepercayaan. Ada sekitar 200 penyuluh dari seluruh Indonesia yang telah mendapat bimbingan Direktorat. 200 penyuluh yang ikut Bimtek itu, hanya 6 penyuluh yang berasal dari DIY. Sementara dari enam penyuluh yang mengikuti Bimtek, tiga penyuluh yang efektif mengajar.
Permintaan akan penyuluh di Sekolah untuk para peserta didik penghayat kepercayaan memang tidak sebanyak daerah lain seperti Cilacap, Magelang dan Semarang. Yogyakarta hanya delapan siswa yang mengikuti pelajaran penghayat. Delapan siswa terdiri dari empat siswa dan empat mahasiswa. Para siswa penghayat Hingga saat ini, menerima pelajaran dengan modul yang disusun oleh MLKI. Kurikulum dalam buku pegangan penyuluh penghayat kepercayaan, berpatokan pada ajaran 187 paguyuban yang terdaftar di Indonesia.
Patokan buku bersifat universal jadi hanya mengambil benang merah seluruh ajaran paguyuban. Modulnya pun sudah ada dari sekolah tingkat SD, SMP dan SMA dan Ajarannya disesuaikan dari tingkat kelas. Untuk tingkat SD dan SMP baru pada tahap tingkat pengenalan penghayat kepercayaan dan ajaran tentang budi pekerti, semantara untuk tingkat SMA lebih spesifik tentang Tuhan.
“Modulnya sudah lengkap dari berbagai tingkat kelas. Cuma setiap jenjangnya kan berbeda, kalau SD dan SMP masih diberikan pelajaran yang umum. Misalnya tangan itu untuk apa, kaki untuk apa, dan berbuat baik kepada sesama maupun alam. tapi kalau SMA kita kenalkan tentang spesifik ajaran yaitu tentang Tuhan.” kata Gati
Sekalipun penghayat kepercayaan memiliki keunikan masing-masing, modul tersebut tak bermasalah jika diajarkan kepada paguyuban yang berbeda. Yang menjadi masalah saat ini adalah pelajaran penghayat belum masuk Data Pokok Pendidikan (Dapodik) karena belum memenuhi persyaratan. Jadi, pelajaran penghayat masih dianggap seperti ekstra kurikuler. Pengisian rapot masih dilakukan secara manual. Masuknya pelajaran penghayat dalam Dapodik penting, Mengingat para penyuluh masih diberikan gaji sesuai dengan kemampuan sekolah. Dengan masuknya pelajaran masuk Dapodik, kesejahteraan guru akan diperhatikan oleh Pemerintah.
Penulis: Nailatus Sukriya